Bruner (dalam Orton, 1992) menyatakan bahwa siswa dalam belajar konsep matematika melalui 3 tahap yaitu tahap enactive, ekonic dan simbolik. Tahap enactive yaitu tahap belajar dengan memanipulasi benda atau obyek kongkret, tahap ekonic yaitu tahap belajar dengan menggunakan gambar, dan tahap simbolik yaitu tahap belajar matematika melalui manipulasi lambang atau simbol. Hudoyo (1998) menyatakan bahwa belajar matematika merupakan proses membangun/mengkonstruksi konsep-konsep dan prinsip-prinsip, tidak sekedar penggrojokan yang terkesan pasif dan statis, namun belajar itu harus aktif dan dinamis. Hal ini sesuai dengan pandangan konstruktivis yaitu suatu pandangan dalam mengajar dan belajar, dimana siswa membangun sendiri arti dari pengalamannya dan interaksi dengan orang lain, sedangkan tugas guru adalah memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Sedangkan menurut Pieget taraf berpikir anak seusia SD adalah masih kongkret operasional. Artinya untuk memahami suatu konsep siswa masih harus diberikan kegiatan yang berhubungan dengan benda nyata atau kejadian nyata yang dapat diterima akal mereka.
Berdasar hal-hal tersebut di atas maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam belajar matematika pengalaman belajar siswa sangatlah penting. Pengalaman tersebut akan membentuk pemahaman apabila ditunjang dengan alat bantu belajar, agar pemahaman matematika tersebut menjadi kongkret. Dengan demikian alat bantu belajar atau biasa disebut media akan berfungsi dengan baik apabila media tersebut dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna, mengaktifkan dan menyenangkan siswa.
MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR